Sudah lama saya tidak menemukan moment
seperti semalam, terbangun dini hari dan tergopoh-gopoh menyalakan laptop dan
menulis seperti orang kesetanan seolah-olah habis tertimpah jutaan ide segar
dari langit untuk menulis dan berkah mood yang luar biasa yang datangnya entah
darimana.
Secangkir
teh manis dengan sedikit perasan jeruk nipis kuletakkan di samping laptop dan 2
bungkus momogi kupilih menjadi patner untuk merayakan moment ini. Hmmm sedikit mengganjal sebenarnya dengan
kehadiran si Teh, hehehe.. tapi saya
sedang belajar mencintai minuman ini, yah belajar. Saya memang sedang serius
belajar tentang minuman ini, melahap berbagai artikel tentang minuman ini.
Bahkan di folder yang saya beri nama : Draft Tulisan, artikel tentang teh
termasuk list draft tulisan yang sedang kugarap akhir-akhir ini,
pic here
Lupakan,
saya sedang tidak ingin membahas soal ini sebenarnya, (jadi barusan apa, mhi..?) hehehe next time-lah kita akan ngehabas tuntas ini. Kali ini saya ingin
membagi cerita tentang proses kreatif dibalik proses pembuatan novel Journey.
Seminggu
ini tepatnya, saya beberapa kali berinteraksi dengan pembaca Journey, bertukar cerita tentang apa yang
mereka temukan setelah membaca Journey, dan apa yang membuat mereka tertarik
dengan Journey. Ngobrol langsung dan bertemu dengan pembaca Journey semacam
berkah tersendiri, menerima masukan dan kritikan mereka secara langsung adalah
pembelajaran maha penting bagi proses belajar menulis saya yang memang terus
berproses sampai detik ini. Dan ini juga menjadi semacam spirit yang segar
ditengah krtitisnya mood dan waktu nulis saya yang beberapa bulan terakhir ini
sangat-sangat berantakan ditengah jadwal kerja yang semakin menggila dan kelelahan
yang amat sangat karena harus terjun sendiri menangani penjualan Journey, meski
saya menikmati itu semua, tapi sepertinya tubuh saya sendiri sudah mulai protes
dan akhirnya mempengaruhi mood saya akhir-akhir ini, *hmm hipotesa yg kacau
Ngomong-ngomong
soal mood, saya memang termasuk orang
yang begitu super moody, seolah-olah segala hal tergantung mood. Meski tenaga
saya sedang super-supernya, tapi kalau mood lagi down, yah semua itu akan menguap begitu saja entah kenapa. Dan ini
betul-betul sangat memalukan sebenarnya, saya seperti banci mood yang kesepian,
dan ini harus sesegera mungkin saya benahi, hufft
Mood
juga faktor yang paling mempengaruhi proses penulisan Journey, saya bahkan
pernah kehilangan mood nulis naskah journey selama sebulan karena urusan hati yang kembali berdarah-darah
lagi, huhuhuhu… itu benar-benar
saat-saat tercemeng yang pernah kurasakan sepanjang hidup saya, yeah I'm just ordinary women.. ;)
*ehem,
gbr ini tdk menunjukkan kla gw lagi bad mood akan berubah jadi monyet -___-
|
Dibeberapa
halaman Journey saya akui ditulis ketika mood saya juga sedang down,
tapi saya harus memaksakan diri untuk menulis karena deadline sudah teriak-teriak seperti alarm disepanjang hidup.
Mood nulis juga
kadang hadir disaat-saat yang tak terduga, celakanya sering berbarengan dengan
ide menulis yang segar banget dan sangat sayang untuk ditunda. Pernah di kantor
ditengah kerjaan yang super padet dan menggila,
mendadak ide menulis untuk beberapa halaman cerita Journey hadir begitu
saja dan seolah memaksa saya untuk segera menuangkannya dalam bentuk cerita,
dan entah mengapa dan bagaimana caranya saya berhasil menyelesaikan sekitar 10
halaman lebih saat itu, dan tentu saja harus berkali-kali mengganti layar kompi
dengan tampilan word dengan form kerja, ketika si boss mendadak hadir di ruang
kerja, huffttt….
Dibeberapa
kesempatan pula, saya berkali-kali salah naik angkot, ketika sedang asyik
menulis cerita journey di notepad BB saya, saking asyiknya begitu ada angkot
yang singgah, saya langsung main naik
aja, tanpa melihat lagi kode jurusan yang tertera pada kaca depan angkot. :D
Yang paling saya
ngga lupa, ketika menulis cerita Journey di salah satu café dikawasan
panakukang, saya menulis dari jam 10 pagi sampai hampir jam 10 malam, dan harus
mengeluarkan uang 2oo ribu lebih untuk bayar makan dan minuman, hahahahha…!
Menyusuri
kembali jejak-jejak Journey semacam flashback
tentang perjalanan saya sendiri dengan “Journey” itu sendiri.
Proses penulisan
naskah Journey hingga Journey diterbitkan tidak hanya kisah perjalanan hidup
para tokoh yang terlibat dalam cerita Journey, tapi kisah panjang dari penulisnya
juga,
Journey’ adalah
proses panjang tentang pembelajaran saya di dunia tulisan dan penulisan Indie,
bagaimana terjun langsung menangani segala hal yang terjadi di dunia penulisan
dan penerbitan buku. Saya menjadi tahu banyak bagaimana proses sebuah buku itu
lahir. Bagiamana rempong merempongnya pengurusan penerbitan buku itu sendiri,
menentukan cover yang pas, jenis kertas, bahkan jenis huruf apa yang harus
dipakai. Mengatur layout dan ngedesign cover, mencari judul yang ciamik dan
pas. Ini adalah proses pembelajaran yang sangat berharga yang ngga bisa saya
temui dibangku pendidikan non formal.
Journey tidak
hanya sekedar proses pembuatan buku, tapi proses bagaimana saya memanage emosi,
waktu dan bagaimana menghargai usaha sekecil apapun itu.
Journey adalah
perjalanan kecil saya, menuju mimpi yang lebih besar.
-MN-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar