11 Juni 2012

:: Menyusuri jejak-jejak Journey ::



Sudah lama saya tidak menemukan moment seperti semalam, terbangun dini hari dan tergopoh-gopoh menyalakan laptop dan menulis seperti orang kesetanan seolah-olah habis tertimpah jutaan ide segar dari langit untuk menulis dan berkah mood yang luar biasa yang datangnya entah darimana.

Secangkir teh manis dengan sedikit perasan jeruk nipis kuletakkan di samping laptop dan 2 bungkus momogi kupilih menjadi patner untuk merayakan moment ini. Hmmm sedikit mengganjal sebenarnya dengan kehadiran si Teh, hehehe.. tapi saya sedang belajar mencintai minuman ini, yah belajar. Saya memang sedang serius belajar tentang minuman ini, melahap berbagai artikel tentang minuman ini. Bahkan di folder yang saya beri nama : Draft Tulisan, artikel tentang teh termasuk list draft tulisan yang sedang kugarap akhir-akhir ini,


 pic here

Lupakan, saya sedang tidak ingin membahas soal ini sebenarnya, (jadi barusan apa, mhi..?) hehehe next time-lah kita akan ngehabas tuntas ini. Kali ini saya ingin membagi cerita tentang proses kreatif dibalik proses pembuatan novel Journey.


Seminggu ini tepatnya, saya beberapa kali berinteraksi dengan pembaca  Journey, bertukar cerita tentang apa yang mereka temukan setelah membaca Journey, dan apa yang membuat mereka tertarik dengan Journey. Ngobrol langsung dan bertemu dengan pembaca Journey semacam berkah tersendiri, menerima masukan dan kritikan mereka secara langsung adalah pembelajaran maha penting bagi proses belajar menulis saya yang memang terus berproses sampai detik ini. Dan ini juga menjadi semacam spirit yang segar ditengah krtitisnya mood dan waktu nulis saya yang beberapa bulan terakhir ini sangat-sangat berantakan ditengah jadwal kerja yang semakin menggila dan kelelahan yang amat sangat karena harus terjun sendiri menangani penjualan Journey, meski saya menikmati itu semua, tapi sepertinya tubuh saya sendiri sudah mulai protes dan akhirnya mempengaruhi mood saya akhir-akhir ini, *hmm hipotesa yg kacau


Ngomong-ngomong soal mood, saya memang termasuk orang yang begitu super moody, seolah-olah segala hal tergantung mood. Meski tenaga saya sedang super-supernya, tapi kalau mood lagi down, yah semua itu akan menguap begitu saja entah kenapa. Dan ini betul-betul sangat memalukan sebenarnya, saya seperti banci mood yang kesepian, dan ini harus sesegera mungkin saya benahi, hufft

Mood juga faktor yang paling mempengaruhi proses penulisan Journey, saya bahkan pernah kehilangan mood nulis naskah journey selama sebulan  karena urusan hati yang kembali berdarah-darah lagi, huhuhuhu… itu benar-benar saat-saat tercemeng yang pernah kurasakan sepanjang hidup saya, yeah I'm just ordinary women.. ;)



*ehem, gbr ini tdk menunjukkan kla gw lagi bad mood akan berubah jadi monyet -___-
                                        

Dibeberapa halaman Journey saya akui ditulis ketika mood saya  juga sedang  down, tapi saya harus memaksakan diri untuk menulis karena deadline sudah teriak-teriak seperti alarm disepanjang hidup.

Mood nulis juga kadang hadir disaat-saat yang tak terduga, celakanya sering berbarengan dengan ide menulis yang segar banget dan sangat sayang untuk ditunda. Pernah di kantor ditengah kerjaan yang super padet dan menggila,  mendadak ide menulis untuk beberapa halaman cerita Journey hadir begitu saja dan seolah memaksa saya untuk segera menuangkannya dalam bentuk cerita, dan entah mengapa dan bagaimana caranya saya berhasil menyelesaikan sekitar 10 halaman lebih saat itu, dan tentu saja harus berkali-kali mengganti layar kompi dengan tampilan word dengan form kerja, ketika si boss mendadak hadir di ruang kerja, huffttt….

Dibeberapa kesempatan pula, saya berkali-kali salah naik angkot, ketika sedang asyik menulis cerita journey di notepad BB saya, saking asyiknya begitu ada angkot yang singgah,  saya langsung main naik aja, tanpa melihat lagi kode jurusan yang tertera pada kaca depan angkot. :D

Yang paling saya ngga lupa, ketika menulis cerita Journey di salah satu cafĂ© dikawasan panakukang, saya menulis dari jam 10 pagi sampai hampir jam 10 malam, dan harus mengeluarkan uang 2oo ribu lebih untuk bayar makan dan minuman, hahahahha…!


Menyusuri kembali jejak-jejak Journey semacam flashback tentang perjalanan saya sendiri dengan “Journey” itu sendiri.

Proses penulisan naskah Journey hingga Journey diterbitkan tidak hanya kisah perjalanan hidup para tokoh yang terlibat dalam cerita Journey, tapi kisah panjang dari penulisnya juga,


Journey’ adalah proses panjang tentang pembelajaran saya di dunia tulisan dan penulisan Indie, bagaimana terjun langsung menangani segala hal yang terjadi di dunia penulisan dan penerbitan buku. Saya menjadi tahu banyak bagaimana proses sebuah buku itu lahir. Bagiamana rempong merempongnya pengurusan penerbitan buku itu sendiri, menentukan cover yang pas, jenis kertas, bahkan jenis huruf apa yang harus dipakai. Mengatur layout dan ngedesign cover, mencari judul yang ciamik dan pas. Ini adalah proses pembelajaran yang sangat berharga yang ngga bisa saya temui dibangku pendidikan non formal.

Journey tidak hanya sekedar proses pembuatan buku, tapi proses bagaimana saya memanage emosi, waktu dan bagaimana menghargai usaha sekecil apapun itu.

Journey adalah perjalanan kecil saya, menuju mimpi yang lebih besar.



-MN-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Vintage Dress For Wedding

Berangkali diantara para selancar yang kebetulan cari referensi Vintage Dress For Wedding-nya, mungkin beberapa gaun dibawah ini bisa jadi...