Buat kalian yang selama ini masih suka pesimis sama yang namanya
film-film Indonesia yang sedang bergentayangan di Studio 21. Maybe yah,
it's time tuk mencoba ngelirik serius ke perfilman kita. Udah mulai
banyak kok, film-film Indonesia yang ngga kalah bagusnya dengan film
barat, setidaknya dari sisi konflik cerita yang coba dihadirkan oleh
para sineas Indonesia. Lihat saja penonton yang membludak pada pemutaran film Habibie Ainun dan 5 cm di awal tahun 2013. Ini menunjukkan bahwa penonton Indonesia masih punya harapan besar terhadap perfilman tanah air kita.
Selain beberapa film indonesia yang pernah diputar di studio 21 dan lumayan meledak, dari segi banyaknya penonton . Ada beberapa film Indonesia yang pernah saya nonton, namun rada sepi penonton. Meski ngga sepi-sepi banget. Entah karena faktor apa. Tapi film-film ini layak banget untuk ditonton (IMO)
Secara random, ini lah beberapa film Indonesia yang saya rekomendasikan banget untuk dinonton.
1. What They Don't Talk About When They Talk About Love
Buat
yang kangen dengan akting Nicholas Saputra, aktor yang melejit lewat
film Ada apa dengan cinta ini, kembali hadir dalam Film yang
diproduksi dengan bantuan dana dari Hubert Bals Fund, Goteborg
International Film Festival Fund, Asian Project Market, dan Busan
International Film Festival.
Film ini menghadirkan cerita cinta yang tak biasa. Bagaimana kekuatan cinta hadir ditengah keterbatasan yang dimiliki oleh seorang.
Adalah seorang Diana (Karina Salim) remaja yang mengalami gangguan
dengan indera penglihatannya. Meskipun demikian, ia memiliki perasaan
yang sama dengan remaja lainnya yang sudah mulai mengenal jatuh cinta.
Di sekolah luar biasa tempat Diana belajar, ia tertarik dengan salah
satu temannya yang bernama Andhika (Anggun Priambodo). Apapun
dilakukannya agar bisa mencuri perhatian Andhika meskipun ia tidak bisa
melihat.
Selain itu, teman satu kamar Diana di asrama sekolah luar biasa yang bernama Fitri (Ayushita), sangat tertarik dengan hal-hal yang berbau mistis. Ia banyak menghabiskan waktu untuk sekedar curhat dengan 'Dokter Hantu' meskipun ia tidak mampu melihat. Keduanya saling curhat melalui surat dengan huruf braile yang ditaruh di dekat kolam renang. Tanpa dia duga, sebenarnya ada sosok pria yang selalu memperhatikan gerak-geriknya. Adalah Edo (Nicholas Saputra), sang penjaga sekolah yang memiliki kekurangan terhadap indera pendengarannya.
Kedua sejoli ini mencoba untuk bisa saling mengenal satu sama lain lebih dalam, agar bisa saling mengekspresikan perasaan cinta mereka. Disabilitas yang mereka miliki bukanlah sebuah halangan untuk bisa merasakan cinta layaknya remaja-remaja normal lainnya. Meskipun prosesnya agak berbeda, tapi ketulusan cinta yang mereka miliki seakan menjadi kekuatan yang mungkin tidak bisa dimiliki oleh remaja normal lain.
What They Don’t Talk About When They Talk About Love adalah film yang sangat menarik. Sutradara Mouly Surya menawarkan kisah yang unik untuk film ini dimana menceritakan manisnya cerita cinta remaja yang menderita disabilitas di sekolah luar biasa. Disini penonton akan dibuat kagum karena bisa mengetahui bagaimana penyandang disabilitas mengekspresikan perasaan cintanya kepada lawan jenis, tanpa memberikan sudut pandang untuk mengasihani.
Lewat film ini, penonton seakan dibuat berfikir untuk sejenak apakah mereka yang 'normal' bisa jauh lebih beruntung ketimbang penderita disabilitas dalam persoalan cinta. Dan jangan mengira kalau film ini akan penuh durai air mata lewat unsur dramanya, akan ada banyak tawa yang keluar dari penonton ketika melihat adegan-adegan proses pendekatan yang dilakukan Diana kepada Andhika dan Edo dengan Fitri.(Source : Cinema21.com)
Selain itu, teman satu kamar Diana di asrama sekolah luar biasa yang bernama Fitri (Ayushita), sangat tertarik dengan hal-hal yang berbau mistis. Ia banyak menghabiskan waktu untuk sekedar curhat dengan 'Dokter Hantu' meskipun ia tidak mampu melihat. Keduanya saling curhat melalui surat dengan huruf braile yang ditaruh di dekat kolam renang. Tanpa dia duga, sebenarnya ada sosok pria yang selalu memperhatikan gerak-geriknya. Adalah Edo (Nicholas Saputra), sang penjaga sekolah yang memiliki kekurangan terhadap indera pendengarannya.
Kedua sejoli ini mencoba untuk bisa saling mengenal satu sama lain lebih dalam, agar bisa saling mengekspresikan perasaan cinta mereka. Disabilitas yang mereka miliki bukanlah sebuah halangan untuk bisa merasakan cinta layaknya remaja-remaja normal lainnya. Meskipun prosesnya agak berbeda, tapi ketulusan cinta yang mereka miliki seakan menjadi kekuatan yang mungkin tidak bisa dimiliki oleh remaja normal lain.
What They Don’t Talk About When They Talk About Love adalah film yang sangat menarik. Sutradara Mouly Surya menawarkan kisah yang unik untuk film ini dimana menceritakan manisnya cerita cinta remaja yang menderita disabilitas di sekolah luar biasa. Disini penonton akan dibuat kagum karena bisa mengetahui bagaimana penyandang disabilitas mengekspresikan perasaan cintanya kepada lawan jenis, tanpa memberikan sudut pandang untuk mengasihani.
Lewat film ini, penonton seakan dibuat berfikir untuk sejenak apakah mereka yang 'normal' bisa jauh lebih beruntung ketimbang penderita disabilitas dalam persoalan cinta. Dan jangan mengira kalau film ini akan penuh durai air mata lewat unsur dramanya, akan ada banyak tawa yang keluar dari penonton ketika melihat adegan-adegan proses pendekatan yang dilakukan Diana kepada Andhika dan Edo dengan Fitri.(Source : Cinema21.com)
2. Tampan Tailor
Sumber : Wikipedia.com |
Film ini mengisahkan hidup Topan (Vino G. Bastian) dan anaknya Bintang (Jefan Nathanio). Topan yang seorang penjahit, baru saja kehilangan istrinya,
kehilangan toko jahitnya dan nyaris kehilangan masa depan anaknya yang
dikeluarkan dari sekolah karena tidak ada lagi biaya.
Tapi Topan tidak pernah kehilangan harapan. Dengan bantuan sepupunya, Darman (Ringgo Agus Rahman),
Topan mulai menjajal segala pekerjaan untuk terus menyambung hidup.
Mulai dari calo tiket kereta, kuli bangunan hingga pekerjaan yang
berbahaya, stuntman.
Semangat Topan yang luar biasa ini, memikat hati Prita (Marsha Timothy),
gadis penjaga kios di samping stasiun kereta. Dan, dengan bantuan Prita
pula, akhirnya Topan dapat kembali bangkit dan mengembalikan semua
mimpinya.
Film ini mengajarkan kita pada satu hal : Bahwa kita bisa kehilangan segalanya, tapi tidak dengan harapan.
3. MIKA
secara tak langsung saya mengenal sosok utama yang diceritakan di film ini. Saya mengenal Indi waktu sama-sama masih ngeblog di blog Indosiar. Cerita-cerita ia dengan Mika (yang dikisahkan di film ini) sering ia posting di blog pribadinya, saya salah satu pengunjung blogya yang rajin membaca postingan ia yang bercerita tentang kekasihnya; MIKA. Dan tak heran, jika salah satu penerbit buku di Indonesia menerbitkan cerita Indi dengan Mika dalam bentuk novel yang ditulis sendiri oleh Indi.
Layaknya novel-novel bestseller lainnya. Novel Indi yang berjudul : Waktu Aku Sama Mika ini, pun dilirik produser untuk diangkat kelayar lebar dengan judul : MIKA
pic from here |
Film Mika sendiri berkisah tentang Indi (Velove Vexia) seorang gadis periang yang dunianya berubah
total saat ia didiagnosa mengidap penyakit scoliosis ketika di bangku
SMP. Karena kondisi kesehatannya ini, dia harus mengenakan besi
penyangga tubuh (brace) selama 23 jam setiap hari.
Sebelum masuk SMA dia berlibur ke Jakarta, dan di sinilah Indi berkenalan dengan Mika (Vino G. Bastian) lewat sebuah pertemuan tak terduga. Mereka lalu menjadi teman dekat. Mika yang cuek, seru, berani, dan selalu memandang hidup dengan santai dan positif perlahan bisa membantu Indi untuk kembali jadi gadis periang dan berani untuk melawan penyakitnya. Mika selalu punya cara untuk membuat Indi merasa bahagia di tengah siksaan penyakit yang diidapnya.
Indi menutupi hubungannya dengan Mika dari Ibunya (Donna Harun) karena dia tahu ibunya tidak suka dengan Mika yang jauh lebih tua dan bertato. Ketika hubungan mereka semakin dekat, Mika mengungkapkan satu rahasia tentang dirinya: Ia mengidap penyakit AIDS.
Masalah mulai berdatangan ketika kondisi Mika yang semakin lemah dan masa lalunya mulai terungkap. Bapak Indi (Izur Muchtar) dan Ibu dan teman-teman Indi mulai mengetahui soal Mika dan masa lalunya. Tetapi mereka tidak tahu hal-hal indah yang telah dilakukan Mika untuk Indi. Setelah kematian sahabatnya (Framly Nainggolan), Mika mundur dan meninggalkan Indi dengan penuh pertanyaan. Mika tahu waktunya telah dekat dan tidak mau Indi nanti merasa lebih sakit. Dibalik kesedihan Indi setelah ditinggal Mika, dia tahu bahwa Mika justru membuatnya semakin hidup dan berusaha untuk mengalahkan kondisi kesehatannya. (source : www.21cineplex.com)
Satu hal yang saya catat ketika menonton film ini, bahwa bagaimana tegarnya seorang Indi menghadapi situasi saat-saat kehilangan Mika. Well, kalau seandainya saya berada diposisi Indi, mungkin saya ngga akan bisa.. :)
Salut untuk Indi Sugar ^^
4. Laura & Marsha
Pic from here |
Film yang baru aja tayang perdana tanggal 30 Mei 2013 kemarin, sangat cocok buat kalian yang menyukai tentang film bertema petualangan.
Film ini berkisah perihal Laura ( Prisia Nasution ), tidak dulu berpikir untuk Travelling. Terlebih sejak ia jadi single parent untuk putri satu-satunyanya. Marsha ( Adinia Wirasti
), sahabat Laura yang juga seorang penulis buku perihal Travelling yang
belum dulu ke Eropa. Keinginannya ke Eropa untuk kembali kenang
kepergian ibundanya. Laura dengan 1/2 hati mengiyakan keinginan
sahabatnya tersebut ke Eropa.
Perjalanan lalu diawali, masalah-masalah
kecil nampak. Aturan ditetapkan Laura, serta Marsha dengan santainya
menyetujui. Perselisihan makin meruncing saat Marsha menyetujui membawa
penumpang bernama Finn turut mobil sewaaan mereka. Finn tidak dulu
hingga ke area tujuan berbarengan mereka dikarenakan laura mengusirnya
serta berasumsi Finn jadi menyesatkan jalur mereka. Marsha lalu tidak
dapat berbuat apa-apa.
Setiap kali Laura menghadapi kesusahan,
Marsha menolong. Persahabatan yang terjalin sejak SMA nyatanya tidak
menanggung keduanya dapat terbuka satu sama lain. Ada maksud yang tidak
mereka terangkan dari perjalanan ini. Tanpa diketahui Marsha, Laura
sesungguhnya punya alasan spesial sampai menyetujui perjalanan ini.
Perjalanan tidak semulus yang mereka
kira. Problem untuk problem bikin mereka sesungguhnya mendapatkan apa
yang mereka mencari. Seluruh yang berlangsung adalah ujian dari
persahabatan itu. Pencarian makna cinta, arti hidup serta arti
perjalanan yang sesungguhnya. (source :http://2.bp.blogspot.com/)
============
Selain ke4 film diatas yang saya posting kali ini, film Sang Kiai, kayaknya bagus juga. Setidaknya dari cerita teman yang sudah nonton film ini, rata-rata sih bilang filmnya Oke. Sayang banget belum sempat nonton, karena masih terbentur dengan kegiatan-kegiatan lainnya, hufft.
Cinta Brontosaurus dan Cinta dalam sekotak kardus yang keduanya merupakan film, yang skenarionya ditulis oleh penulis komedi terkenal : Raditya Dika. Juga masuk dalam list film Indonesia yang akan saya nonton.
Yang jelas, kalau saya ngga sempat nonton di bioskop, saya akan cari DVD original. Hehehehe, meski kelitan konyol dan sok idealis. Bagi saya pribadi, saya bisa punya banyak koleksi film barat bajakan dan donlotan free lainnya :p Tapi tidak untuk film Indonesia. Mending saya ngga usah nonton film Indonesia, kalau saya mesti harus nonton dari donlotan gratis atau bajakan. Setidaknya ini cara saya menghargai para sineas tanah air yang sudah bekerja keras untuk menghidupkan mutu perfilman Indonesia.
So, Say " NO FREE DOWNLOAD & DVD BAJAKAN UNTUK FILM INDONESIA "
Salam
MN