24 September 2010

:: Cerita Bulan Pada Dua Hati ::

* Lagi asyik membenahi beberapa cerpen yang keteteran di sana-sini, yang sempat terposting dan yang hampir jamuran di Folder. Daripada membeku di HDD, mungkin lebih baik terposting di Notes FB ini. Sekalian belajar dari segala masukan (Ge'er, berasa ada yg mau baca aja..:D) pembaca yang kebetulan insyaf baca cerpen ini,hehehhehe..*


===================================


CERITA BULAN PADA DUA HATI


Bulan di awal Bulan....


Di salah satu sudut pusat perbelanjaan, Aku lagi sibuk berbelanja kebutuhan bulananku. Tiba-tiba aku menangkap satu sosok wajah yang amat aku kenal, bahkan wajah itulah yang selalu menggetarkan hatiku dan menghiasi mimpi-mimpiku selama ini. Aku tersenyum penuh kasih melihat wajah itu.

Bergegas aku mendekatinya, bermaksud mengejutkannya. Belum sempat aku menyapa pemilik wajah penakluk hatiku itu. Seorang wanita cantik telah menghampirinya dan mendaratkan ciuman mesra ke pipi wajah itu yang sedang hendak kuhampiri.

Ia membalas kecupan wanita itu, hatiku berdesir pilu...
Tepat di pipi kanan wanita itu, ia daratkan ciumannya. Hatiku meradang pilu...

Langkahku terserat pilu, namun berhasil kugapai wajah itu, tepat sejengkal di hadapannya.

" Apa kabar Mas Gun ?" sapaku sesantai mungkin saat berhasil kutatap wajah yang begitu kurindukan itu.

" Kamu....??"

" Yah, aku Laila, masih Laila yang sama, Laila- Istrimu." Ingin rasanya aku menghambur tangis, ketika susah payah aku menyebutkan statusku di hadapan wanita yang menggenggam mesra tangan Gunawan, lelaki yang masih kuyakini sampai detik itu adalah suamiku.

Dan atas keyakinan yang masih terpatri itu, kuraih dengan lembut tangan suamiku dari genggaman tangan wanita itu.

" Boleh kuambil suamiku...?!?"

Dengan wajah pucatnya, wanita itu terdiam menatapku sambil perlahan melepaskan genggaman tangannya dari tangan suamiku. Mungkin ini pertama kali ia mendengar seorang wanita meminta suaminya padanya. Mungkin, entahlah..

" Maaf Mbak, suamiku..harus pulang"

" Mari Mas, kita pulang, aku merindukan suamiku.." lanjutku sambil menarik lembut tangan Gunawan.

Dan kami pun melangkah meninggalkan wanita itu. Sempat kulirik usaha sepasang mata suamiku untuk melihat wanita itu. Dan akhirnya aku menyadari , Gunawan bukan lagi suamiku.


***

Bulan menangis...

Aku berdiri menatap pantulan wajahku di cermin. Begitu banyak garis wajah yang mulai melukiskan raut-raut tanda penuaan.

Gunawan menghampiriku, memelukku dari belakang. Kurasakan pundakku terasa hangat oleh air matanya.

" Maafkan aku Laila..."

Aku memejamkan mata.

" Pergilah........."

Pelukan Gunawan semakin kuat,sangat kuat. Airmatanya membasahi pundakku,merembes ke sela-sela kulitku, bermuara di hatiku. Menyatuh dalam limpahan mata air mataku.

Dan perlahan pelukannya melemah, nafasnya kian jauh....dan sunyi itu pun mengawali ceritanya.

***

Bulan baru...



Gunawan berganti Herman. Lelaki yang begitu memujaku empat tahun terakhir ini. Namun tak mampu menggeser posisi Gunawan. Gunawan telah mendarah daging dalam hatiku. Rembesan air matanya masih ada di kolam hatiku. Membentuk kubangan kecil. Tak perna kering. Meski sesekali menyesakkan.


***
Bulan merekah...


Sore yang tak terduga..


" Apa kabar Laila...?"

" Kabar baik, Mas Gunawan.."

" Bagaimana dengan Herman..?"

" Ia juga baik, kamu sendiri?"

" Aku baik..."

" Good.. bagaimana dengan dia..? "

" Dia juga baik..."

Dan sore itu terus terulang di sore-sore berikutnya. Janji untuk bertemu kembali selalu menjadi ending pertemuan kami, aku dan Gunawan. Mantan suamiku.


***

Bulan berkabut.....


Kubiarkan ia menindih tubuhku di sore itu, mendekapku dalam erahan nafasnya yang berburu.
kubiarkan itu terjadi tanpa tahu apa sebabnya. Dan selalu ada sore-sore yang lain untuk menyatu, sore-sore yang tak perna kupahami, namun begitu kuinginkan.

Dan akhirnya, satu sore pun teringkari.

" Laila...tinggalkan dia...." genggaman herman begitu kuat. Sangat kuat menahan langkahku...

Soreku pun berakhir. Tak ada lagi sore-sore yang lain dengan nafas-nafas berburu, yang ada hanya sore yang tenggelam dalam bulan yang berkabut.


***

Bulan pun menangis....

Herman melepaskan genggamanku, membiarkanku pergi. Aku pun pergi selamanya, tidak kepada Gunawan, tidak pula ke Sore itu. Tapi pada bulan.

Bulan, aku datang, mari kita menangis bersama...


***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Vintage Dress For Wedding

Berangkali diantara para selancar yang kebetulan cari referensi Vintage Dress For Wedding-nya, mungkin beberapa gaun dibawah ini bisa jadi...