12 Desember 2009

:: Secangkir Kopi Untuk Dina :: - Secangkir Cerpen-

Di mana dirimu Dina…

Sudah sepuluh ribu delapan ratus  detik, aku di sini..Sudah tiga cangkir Coffe latte yang mengaliri kegelisahanku…Sudah dua  iris tiramisu yang mengganjal kerinduanku..Dan entah berapa kali aku meminta Kenny Loggins kembali menyanyikan lagu, “ For The First Time..” di I podku, tapi kau tak juah menjelma di hadapku yang sekarat ini…

And for the first time I am looking in your eyes
For the first time I'm seein' who you are
Can't believe how much I see
When you're lookin' back at me
Now I understand why love is...
Love is... for the first time...



Kembali, tiga ribu enam ratus detik terdebet dalam pundi waktuku, Dan Aku masih ada di sini, di  sudut white café mengantongi rekor empat belas ribu detik, dengan bergelas-gelas Coffe Latte menanti seorang perempuan yang amat menyukai Caffe Latte ini.

Aah…Aku tiba-tiba iri pada Caffe Latte ini, Dina amat mencintainya..


Andai Dina tahu, bagaimana susahnya membujuk ujung lidahku yang terbiasa mencicipi teh ginseng agar mau mencicipi secangkir Caffe Latte. Dan bagaimana aku harus memaksa lidah tak berdosa ini, untuk kompromi dengan kegilaanku yang mendadak ingin menjadi caffe latte sejati  supaya aku selalu ada alasan menghubungi Dina, sekedar bertukar cerita tentang cita rasa Caffe Latte.

Aku bahkan telah berencana membuat sebuah Café yang hanya menyediakan Caffe Latte. Dan tentu saja, nama Dina akan kusematkan dengan indah  di depan pintu Café impianku itu.


Mungkin aku belum bisa seperti Kaisar Shah Jahan yang membuatkan Taj Mahal yang megah itu untuk Mumtaz Mahal, istrinya.   Tapi aku yakin, Café yang kubuat khusus untukmu, akan menjadikanmu permaisuri yang paling bahagia di dunia ini.

 Ahh........Aku sudah tak sabar menanti hari itu..Din…

Suatu hari, saat aku ceritakan tentang Dina pada seorang sahabatku. Sahabatku itu berkata, aku sudah dimabuk kenikmatan caffe latte, sehingga meracuni nalarku, membungkam logikaku.

Tapi apakah cinta butuh logika..?  Bahkan kuyakin logika juga akan melelehkan segala nalarnya ketika menatapmu Din..

Sahabatku juga bilang, Aku terlalu cepat men summary jejak-jejak rindu ini, menjadi sebuah petanda cinta pada Dina.

Tapi siapa  yang mampu mengukur kecepatan cinta..? bahkan, Albert Abraham Michelson kuyakin tak mampu mengukur kecepatan cinta yang kurasakan saat pertama kali bertemu denganmu di Guilin.

Love is... for the first time..

Lirik lagu ini kembali terdengar untuk kesekian kalinya di telingaku, membunuh jenuh yang belum sempat hadir.  Seperti soundtrack sebuah film. Lagu ini sudah berkali-kali harus bekerja rodi mengiringi ratusan lembaran   slideyang berkeliaran di kendi fikirku. Memenuhi ruang otakku, menarikku dalam pusaran waktu dimana aku pertama kali bertemu dengan Dina di bukit longji Rice Terraces. Salah satu kepingan Guilin yang memesonaku. Puncak tertinggi kudaki hanya untuk menikmati keindahan lapisan-lapisan teras sawah yang begitu memesona, menghantarkanku pada kenangan kecil di kampung halamanku yang telah lama kutinggalkan. Dan di saat aku tengah terhanyut dalam Dejavu ku, sesosok perempuan cantik dengan rambut hitam terurai panjang, hadir membuyarkan segalanya.

“  Indonesia…?”

“ Ii..iya..” jawabku sedikit kaget.

“ Oh..thanks God..!” ujarnya lega mendengar jawabanku. Aku hanya tersenyum kaku, menatapnya takjub, seketika keindahan lapisan-lapisan teras sawah di hadapanku tak berarti lagi.

“ Aku terpisah dari rombonganku, aku tak bawa apa-apa. Tasku  ada sama mereka. Dan tak satu pun orang yang kujumpai di sini yang mengerti bahasa inggris, apalagi bahasa Indonesia, hehehe…” Dia tertawa kecil, mentertawakan dirinya.  Dan aku mematung menatapnya.

 Oh..Tuhan, siapakah  perempuan cantik ini..?

“ Aku Dina..”

Jadi bidadari ini bernama Dina…


“ Hallooo…Tuan….”

“ Oh..sory..sory.., siapa tadi..?”

“ Dina”

“ Setyo”  balasku seraya menyambut uluran tangannya.  Tangan kami berjabat erat. Jantungku berdegup kencang, ada suara desir terdengar halus di dasar hatiku, Aku telah jatuh cinta…

Love is... for the first time...


Dan seketika itu pula, bukit Longji Rice Terraces menjelma menjadi bukit Jabal rahman, bukit kasih sayang  tempat pertemuan Adam dan Hawa.


And for the first time I am looking in your eyes
For the first time I'm seein' who you are
Can't believe how much I see
When you're lookin' back at me ...



“ Mau tambah Café Latte nya lagi Tuan..” Pelayan tiba-tiba membuyarkan lamunanku, tepat ketika Kenny Loggins mengucapkan  lirik,  Now I understand why I love you…

“ No, Thanks”

Pelayan itu pun berlalu, kembali aku meminta Kenny Loggins menyanyikan The First time, untuk kesekian kalinya.  Dan slide-slide indah bersama Dina kembali menari di kepalaku.  Dan ketika tepat berada di slide saat aku mengayung sepeda bersama Dina di  Yangshuo menyusuri  indahnya  sungai  Yulong  yang membelah tebing-tebing karst yang tinggi. Tiba-tiba dan  tanpa sempat kusadari,  Dina sudah di hadapanku menjelma nyata. Begitu cepat, aku tersentak..! Slide-slide di kepalaku secara otamatis ter pause pun

“ Dina…”

“ Setyo, maafkan aku…aku telah membuatmu menunggu lama..”

“ Tak apa-apa Din, aku juga baru sampai kok..” kataku,  melupakan begitu saja empat belas ribu detik yang telah kulalui selama menantinya.

“ Besok aku akan ke Guilin lagi..!!”

 Katakan kau ingin mengajakku Din…

“ Aku ketinggalan barang di Hotel Guilin star…”

“  Barang apa Din..? begitu pentingkah sampai kamu mesti balik besok ke Guilin..”

“ Sangat penting Setyo…”

“ Apa..?”

“ Cincin kawinku..!!!”

Tiba-tiba bukit Longji Rice Terraces, runtuh.  Dan kulihat Adam tersesat jauh, ia  tak tahu arah ke Jabal Rahman

“ Aku sudah menghubungi pihak Hotel. Syukurlah mereka menemukan cincin kawinku yang kuletakkan di dalam laci lemari hotel, aku harus ke sana. Pihak hotel memintaku mengambilnya langsung. Aku cemas, karna dua hari lagi, suamiku balik dari Jerman..”

Entah bagaimana  Sungai Yulong yang dangkal tiba-tiba meluap dan men-tsunamikan jiwaku..


“ Aku memang sengaja tidak memakai cincin kawinku selama berwisata di Guilin dan Yangshuo. Aku takut tercecer, tak kusangka aku malah melupakannya di hotel..”

Aku tak mendengarkan Dina lagi, mataku cemas melihat pelayan yang tadi menawarkan Caffe Latte, kini tengah menuju ke meja kami berdua. Ia semakin dekat…

kemana tongkat ajaibku , aku ingin pelayan itu lenyap seketika..

Aku ingin Pelayan itu tiba-tiba mendapatkan serangan jantung…

Oh..tidak..tidakkk…!!  itu terlalu kejam…

Baiklah, pelayan itu tiba-tiba amnesia dan tak tahu, kemana ia harus membawa pesanan coffe latte itu.

Ah..mustahil….!!

Oh, gosh..!! kemana tongkat ajaibku….

Tunggu….!!! Sejak kapan aku punya tongkat ajaib..?

Oh..tidak…jangan kemari…aku mohon….

Oh..bumi telanlah aku..…

Dan pelayan itu pun terus melangkah, semakin dekat kearah kami. ia membawa nampan yang berisi secangkir Caffe Latte dengan buih berbentuk Love  untuk Dina. Di sampingnya ada seikat bunga Mawar putih dan secarik kertas yang berisi rangkain kata-kata indah, yang kususun sehari sebelum pertemuan ini. Aku bahkan tak tidur semalam membuatnya, berpikir keras bagaimana merangkai kata-kata indah untuk Dina dan aku sengaja  tiba di Café White satu jam lebih dari awal dari waktu yang kusepakati dengan Dina, hanya untuk bekerja sama dengan pelayan Café White, agar begitu Dina tiba dan duduk di hadapku, pelayan itu segera membawa nampan yang berisi pesan cintaku untuk Dina.

Namun di saat ini, saat Dina masih bercerita tentang cincin kawinnya, aku sangat berharap sekali, Pelayan itu melupakan skenario yang kami susun tadi.

Tapi tak ada yang bisa menghentikan pelayan itu, lidahku tiba-tiba mengutukku, ia menjadi keluh, mati rasa. Dan ke dua kakiku seoalah-olah tertanam di bumi white house .

Tuhan, turunkanlah mujizatmu…

Pelayan  itu masih terus bergerak, Dina terus mengoceh tentang cincin kawinnya yang ketinggalan, Kenny Loggins  tiba-tiba menyanyikan lagu patah hatinya Cliff Richard, Ocean Deep. Yang membuat ratusan slide kepalaku saling bertabrakan, seperti benda-benda langit yang bertabrakan dalam film luar angkasa.

Dan tepat ketika nampan itu mendarat di hadapan Dina. Dan Dina perlahan meraih secarik kertas itu.  Aku telah jauh berada di Dina Café , sekarat di dalamnya, tenggelam dalam lautan caffe latte berabad abad lamanya.

Tiba-tiba aku rindu pada  teh ginsengku…

 

***

(Mhimi Nurhaeda ~Makassar, 07 Agustus 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Vintage Dress For Wedding

Berangkali diantara para selancar yang kebetulan cari referensi Vintage Dress For Wedding-nya, mungkin beberapa gaun dibawah ini bisa jadi...